Tuesday, July 15, 2008

Melepaskan diri dari EU ban

Jakarta, 16 Juli 2008

European Union ban terhadap seluruh air operator Indonesia, masih saja menjadi topic utama perbincangan didalam komunitas aviation di Indonesia. Baik para pelaku business aviation, maupun dikalangan authority, regulator.

Banyak komentar dari para pejabat maupun beberapa politician yang mencoba menghubung hubungkan masalah ban EU dengan issue politik, ekonomi dan sebagainya. Diantaranya ada yang menghubungkan masalah ini dengan kepentingan business Aviation Industry Eropa, khususnya Airbus Industry sebab Indonesia dianggap lebih berpihak pada kubu Amerika, khususnya Boeing Company. Bahkan ada salah seorang pejabat yang mengatakan, bahwa ban ini sebenarnya hanya diprakarsai oleh Authority Jerman yang merasa jengkel kepada authority Indonesia, dalam kasus pemberian registrasi sipil kepada beberapa Helicopter ex Militer Jerman yang diimport ke Indonesia tanpa melalui formal Validation, termasuk tentunya export C of A dari negeri pengexport.

Banyak diantara para pejabat kita yang mencoba mencari solusi berupa approach secara politik/diplomatik.

Pada saat menjatuhkan sanksi ban terhadap Indonesia, EU ataupun EASA sebenarnya belum pernah melakukan kegiatan safety audit secara langsung terhadap kegiatan penerbangan di Indonesia, namun demikian EU lebih banyak telah menggunakan temuan2 dari audit yang dilakukan oleh ICAO maupun FAA beberapa waktu sebelumnya.

Jadi seyogyanya, untuk membebaskan Indonesia dari ban yang diberlakukan, tidak terlalu cepat kita mengalihkan persoalan yang melatar belakangi ban ini ke aspek politik, ekonomi.

Yang diharapkan oleh EU sebenarnya, response secara teknis dari finding2 mereka yang dituangkan kedalam Corrective Action Plan. CAP yang memuat apa, bagaimana dan kapan finding2 ini di penuhi. Issue yang menjadi alasan

Setelah semua ini dipenuhi, maka saat itulah kita pantas duduk semeja untuk membahas pencabutan ban. Jadi selama finding atau temuan masih belum closed, sangat kecil harapan bagi Indonesia untuk memaksa EU untukmencabut ban. Permasalahan yang dikemukakan oleh EU, kelihatannya tidak substantial, misalnya keterlambatan pengiriman dokumen dsb, namun demikian "Corectness/ seriousness " dalam managemen administrasi pun masuk dalam point penilaian mereka. Contoh sederhana saja, dokumen jawaban/response dari DGCA Indonesia, telah dikirimkan melalui e-mail bahkan bukan memalui email provider yang formal melainkan "Yahoo" yang selain tidak representative untuk sebuah lembaga resmi pemerintah, juga sangat
rawan dalam masalah securitynya. Ini salah satu cermin yang merefleksikan ketidak seriusan suatu lembaga pemerintah dalam membina infra structure-nya

Problem ini sekarang bukan lagi hanya merupakan problem antara DGCA dan EU/ EASA, melainkan telah menjadi problem bangsa Indonesia.

Sehingga sudah waktunya kita menggalang kekuatan dengan segala usaha dan daya untuk memenuhi persyaratan2 EU.
Main goalnya adalah, airline/air operator Indonesia kembali dapat mengepakan sayap di atas Eropa ataupun dimana saja diseluruh dunia ini. Tentunya dengan pemenuhan standard Aviation Safety yang di akui secara international/ ICAO dan FAA maupun EASA.
Bukan waktunya lagi bagi kita untuk "blaming each other"
Ever onward never retreat Pak Budi!

Selamat jalan Pak Said Jenie

Bandung, 14 Juli 2008

Pagi hari Kamis 10 Juli 2008 yang lalu, serasa disambar petir rasanya ketika mendapat telephone dari Pak Yusfandri. " Mas Toos apa sudah mendengar berita? Pak Said mengalami serangan Jantung dan sekarang di rawat di RS Boromeus Bandung sejak tadi malam "
Rasa terkejut bercampur jengkel, mengapa justeru aku mendengar berita dari teman di Jakarta. Tidakkah terpikir oleh teman2 di Bandung untuk mengirim berita langsung padaku?
Tapi ya sudah, aku segera bersiap siap berangkat ke Bandung setelah rapat selesai.
Di lantai 4 Joseph RS Boromeus sore itu sudah banyak sekali rekan rekan dari ITB, BPPT, PT DI berkumpul didepan pintu masuk ICU. Semua dengan expresi penuh kekhawatiran dan cemas.
Sore itu aku masih sempat berkirim SMS dengan Pak Jusman SD, yang kemudian meminta aku melaporkan segala perkembangan kesehatan Pak Said sebab beliau sedang berada di Batulicin-Kalsel.
Walaupun kami sudah tidak diperkenankan masuk ke ICU, kami tetap memantau perkembangan Pak Said melalui Pak Imron, Sekpri Ka BPPT.
Sekitar jam 20.30 aku dan Irene meninggalkan RS Boromeus, setelah mendengar laporan bahwa Pak Said sdh berada dalam kondisi stabil.
Akupun, mengirimkan pesan singkat kepada Pak Jusman bahwa Pak Said sudah berada dalam kondisi stabil.
Hari Jumat pagi, jam 08.00 berita yang sangat mengejutkan, Mbak Yuwinar sambil menangis di telephone memberitahu bahwa Pak Said sudah meninggalkan kita semua.
Lemas rasanya segenap tubuhku.

Siang itu jenazah Pak Said diberangkatkan dengan CN 235 TNI-AU ke Yogyakarta. Ternyata sampai saat terakhir beliau, masih diijinkan Tuhan untuk menumpang CN 235, dimana beliau sangat banyak sekali terlibat semenjak awal penerbangan perdana 1985 yang lalu, sampai proses terbang uji sertifikasi di Kemayoran. CN 235 was his baby. Keterlibatan Pak Said tidak henti2 nya dalam seluruh kegiatan terbang uji CN 235 bahkan pada saat kami melakukan Icing test dan sertifikasi di Prestwick Scotland pada tahun 1999, beliaupun masih turut serta terlibat langsung disana.

Jenazah sempat disemayamkan malam itu dirumah keluarga, Jl Ireda, Yogyakarta.
Benar benar merupakan wadah reuni bagi kami, meskipun banyak diantara kami yang sudah tidak di PT DI lagi tetapi pada momen tersebut kami semua mengkhususkan diri untuk mengantarkan Pak Said ke tempat peristirahatan terakhir beliau.
Sabtu pagi 12 Juli 2008, Pak Said dimakamkan di Makam Sewu Bantul, berdampingan dengan makam ibunda tercintanya.
Selamat jalan Pak Said, terlalu banyak kenangan yang kusimpan dengan beliau